top of page
Search
  • fosveras

[REFLEKSI] Serba Bisa Melalui Produksi Multimedia

Updated: Jun 13, 2019

“Semester enam, semester keramat.”

“Semester enam bakal jadi semester yang paling capek!!!”

It will be your turning point!

Sekarang saya paham dengan beberapa kalimat di atas yang pernah saya dengar ketika awal-awal memasuki semester ini. Iya, memang benar semester enam merupakan semester paling capek dari segi manapun – fisik maupun mental. Bagaimana tidak? Semester ini, mahasiswa tidak lagi berorientasi dengan teori dan materi lagi, tapi sudah mulai mempraktikkan apa yang sudah mereka dapatkan di semester-semester sebelumnya.

Konsentrasi: Komunikasi Massa dan Digital – sudah pasti akan bergulat dengan banyak media; massa maupun digital. Bisa dibayangkan kan apa saja yang akan kami hasilkan di konsentrasi ini? Bisa dibayangkan kan akan se-hectic apa semester kali ini? Belum lagi ditambah dengan tuntutan semester enam lainnya, yaitu bagi mereka yang mengambil KKN. Yaps, betul. Program Kerja!! Ketika kuliah dan KKN sama-sama merupakan prioritas. Lalu bagaimana? Bingung bukan? Mahasiswa Ilmu Komunikasi saat ini mendadak dituntut menjadi Mahasiswa Ilmu Manajemen untuk mencari jalan keluar.

Eits, tapi kali ini bukan lagi membahas ilmu permanajemenan. Melainkan, salah satu mata kuliah yang saya dapat di semester e-nam yaitu Produksi Multimedia (PMM). Dari namanya saja sudah keren, kan? Dari namanya, jelas kegiatan kita bukan belajar menjahit atau merajut tapi memproduksi konten dengan banyak platform.


APA YANG SUDAH DIPELAJARI?

Kalau ngomongin apa saja yang sudah dipelajari sepanjang semester ini, tentunya banyak banget ya. Selama 14 kali pertemuan, sudah pasti mempelajari beragam materi. Hal paling mendasar yang saya pelajari yaitu menulis konten di media daring Kompasiana. Kedengarannya sepele, kan? Wooo, jangan salah. Menulis konten di media daring tidak semudah itu dong. Kita diajar gimana membuat judul yang menarik tapi tidak clickbait, membuat paragraf pertama yang membuat pembaca tidak buru-buru meninggalkan situs, pentingnya menambahkan link, SEO, dan lainnya.

Tak hanya itu, hal lain yang saya pelajari yaitu membuat podcast. Hm, ini juga gak kalah rumitnya. Kita diajarkan untuk membuat satu menit pertama podcast kita tampak menarik dan membuat pendengar ingin mendengarkannya sampai habis, pentingnya ada orang kedua – agar pembicaraan jadi tambah hidup, bagaimana menambah backsound, dan lainnya. Selain itu, saya juga belajar bagaimana memproduksi photo story yang fotonya mampu bercerita dengan atau tanpa tulisan sekalipun, bagaimana harus mengambil angle dan komposisi yang pas.

Kami juga diajar untuk membuat radio visual sebagai tugas ujian tengah semester. Radio tapi visual, keren kan. Ada visual, tapi masih memiliki karakteristik utama radio. Bisa didengarkan dengan atau tanpa menggunakan visual. Kami juga belajar bagaimana melakukan live report langsung di jalanan, bagaimana yang benar, harus bagaimana reporter yang baik saat di lapangan.

Kami juga belajar membuat iklan layanan masyarakat saat masih musim-musim pemilu. Bagaimana cara mengemas pesan yang ingin disampaikan melalui iklan layanan masyarakat tanpa harus menyinggung pihak lain.


KOMPETENSI YANG SUDAH DIMILIKI

Tentunya dengan banyak hal yang telah dipelajari di semester ini, saya tidak dapat menyangkal diri kalau saya pribadi mendapat banyak pelajaran serta pengalaman secara langsung trial and error dalam memproduksi konten melalui banyak platform. Jujur, hal seperti podcast serta yang lainnya merupakan hal yang baru dan saya sangat awam dengan hal tersebut.

Kesempatan untuk belajar dan mencoba langsung merupakan hal yang sangat menguntungkan bagi saya, mampu menjadi bekal tambahan ketika nanti saya harus magang atau bekerja di perusahaan media.

Kompetensi yang sudah saya miliki dari mata kuliah Produksi Multimedia yaitu saya mampu menulis artikel atau konten yang baik di media daring dan kanal apapun, bagaimana pesan harus disampaikan dan dikemas, sehingga menjawab kebutuhan yang dicari oleh pembaca.

Saya juga mampu memproduksi podcast saya sendiri, padahal itu merupakan hal yang sangat baru buat saya dan baru saya pelajari dari 0 sejak semester ini. Walaupun mungkin masih ada kurangnya, tapi setidaknya saya bisa memproduksinya.

Selain itu, saya juga mampu membuat photo story pertama ya walaupun mungkin jauh dari kata sempurna, sekali lagi memegang kamera merupakan hal yang awam bagi saya. Tidak cuma photo story, saya juga mampu memproduksi dan mengedit video untuk tugas buletin uas. Ingat, pegang kamera aja saya awam – apalagi harus bersinggungan dengan software edit. Sungguh, asing sekali.


NILAI YANG DIHARAPKAN

Dengan segala kesadaran diri dengan melihat performa saya sepanjang semester ini; segala usaha saya juga tidak pantas untuk dinilai dengan huruf A. Mengapa? Jujur, bangun pagi apalagi jam 7 pagi merupakan struggle tersendiri bagi saya, yang membuat saya harus menggunakan privillege absen yang diberikan. Selain itu, saya juga pernah tidak mengerjakan satu tugas yang diberikan karena tidak bertanya ketika saya tidak masuk kelas.

Tapi, bukan berati performa saya juga layak untuk dinilai dengan huruf C. Mengapa? Karena, untuk tugas-tugas lain yang baru bagi saya sudah saya kerjakan sesuai dengan kemampuan saya – walaupun harus trial and error. Saya melakukan perbaikan kepada tugas saya ketika mendapat masukan dan kritikan. Bahkan, saya juga menginvestasikan waktu saya dan berkontribusi di tengah prioritas lainnya untuk mengerjakan tugas bersama dengan kelompok saya. Saya melakukan bagian saya dengan baik.

In the end, I can says I deserve the best.


Best Regards,


Irene Kusuma

16 09 05999


PORTOFOLIO

Kompasiana


Podcast


Photo Story


Web Fosveras

17 views0 comments

Recent Posts

See All

[Refleksi] Calon Buruh Media

Afterword Tidak terasa semester enam akan segera berakhir, sesi satuku akan segera berakhir. Semoga terwujud segera cita-citaku menjadi buruh media. What? Multimedia, sebuah kata yang tidak terdengar

Refleksiku, Untukmu oh PMM

“Semester enam itu semester paling capek” Pernyataan itu benar adanya, setidaknya menurut yang saya rasakan. Betul, banyaknya mata kuliah ditambah KKN dengan sistem yang ribetnya bukan main memang men

Post: Blog2_Post
bottom of page